Laman

Rabu, 18 Mei 2011

Anak Kolong Langit

Panas terik terminal Pulo Gadung sepertinya sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup Budi, seorang anak dari daratan pulau Sumatra yang sudah hampir tiga tahun ini terdampar di ganasnya kehidupan metropolitan. Dia dipaksa oleh keadaan untuk bisa bertahan di tengah ganasnya realita kehidupan Jakarta. Dia pergi meninggalkan tanah dimana dia dilahirkan karena membela harga diri dan kehormatan keluarga.
Di usia yang masih sangat belia dia dipaksa untuk mengubur dalam-dalam rasa rindunya terhadap orang-orang yang amat ia cintai.


Seorang anak yang di usia nya seharusnya belum layak untuk bergelut dengan ganasnya ibukota. Namun ternyata jalan kehidupan memang tidak bisa berkompromi dengan nya. Hampir seluruh aktivitas kehidupan nya saat ini dia habiskan di tempat ini.  Baginya terminal ini adalah rumahnya. karena hanya tempat inilah yang dengan sukarela menerima nya, setelah melewati perjalan panjang menelusuri panjangnya tanah Andalas dan mengarungi lautan yang memisahkan nya dengan tanah jawa.


Tidur di bangku terminal, makan di sela-sela mobil yang lagi ngetem sudah menjadi bagian hari-harinya. mulai dari  ngamen, menjadi penyemir sepatu, cuci mobil apa aja dia lakukan asalkan bisa bertahan hidup . Semangat nya luar biasa.


Dari si kecil Budi aku bisa belajar banyak tentang kehidupan. umurnya memang belum separoh dari perjalanan kehidupan ku tetapi apa yang telah ia jalani melebihi dari apa yang pernah aku alami. Hari ini ketika aku melewati gang kecil di sebelah terminal dekat sebuah masjid kulihat si Budi  sedang sholat Isya.  Subhanallah ... luar biasa .  Satu lagi pelajaran buatku. ternyata anak ini bukan hanya sekedar gigih tetapi dia juga tidak lupa akan Tuhannya. Karena aku juga belum sholat Isya maka segera ku memasuki masjid dan berwudhu dan segera bergabung dengan jama'ah lain nya bersama Budi.


"Budi"... panggilku.  Setelah sholat Isya berjamaah selesai. "Eh abang". jawabnya cepat setelah ia melihat asal suara yang memanggilnya. "Apa kabar Bang ? " . "Alhamdullillah Baik" jawabku singkat. "Kamu gimana ?" tanyaku lagi.  "Seperti yang abang lihatlhah" jawabnya dengan logat Melayu Sumatra yang masih sangat kental. "Kau sudah Makan ?" tanyaku kemudian. Sambil senyum-senyum dia berkata "Belum Bang ". " Oke kalau begitu kita makan nasi goreng di seberang aja ya".  Dia hanya tersenyum dan mangguk-mangguk sembari mengikuti langkahku menuju  gerobak nasi goreng samping terminal tempat dimana biasa Kami makan. Hari ini ia bercerita banyak tentang apa saja yang telah dilalui nya. ada cerita lucu ada yang sedih yaa semua berbaur. Sangking asiknya ngobrol , tanpa terasa jam di tangan sudah menunjukan pukul 11 malam. Ya begini ini kalau sudah ketemu sama si Budi, ada aja yang bisa dijadikan obrolan.   "Ya ALLAH, tolonglah Budi agar ia bisa melalui masa-masa sulit ini" ujarku dalam hati. "Bud, abang mau jalan lagi ya besok kan harus ke kantor lagi pagi-pagi" kataku. "Hati-hati yaa, Pandai-pandailah jaga diri" ucapku kemudian. Rasanya hampir setiap mau berpisah kata-kata itu selalu keluar dari mulutku. "iya bang, makasih yaa traktiran makan malamnya" katanya seperti biasa. . "sama-sama , Assallamualaikum"  jawabku . "waalaikumsallam" jawab Budi kemudian.


Satu lagi pelajaran yang sangat berharga yang bisa ku dapat dari si Budi malam ini. "semangat nya, keikhlasan nya dalam menjalani takdir dan yang paling penting bahwa di dalam kondisi seperti ini ia masih tetap istiqomah dan ternyata pelajaran itu bisa kita dapat dari seorang anak yang belia. ya dari si Budi  "Anak Kolong Langit ".

Ya ALLAH , jadikanlah hambamu ini hamba yang bisa mengambil pelajaran dari setiap langkah kehidupan ini dan selalu mensyukuri serta menerima  apapun yang telah engkau takdirkan". 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar